BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengumpulan
Al-Qur'an pada masa Rasullulah SAW
Perhatian terhadap Al-Qur’an
senantiasa menjadi kesibukan Nabi Saw.dalam kerahasiaan dan keterbukaanya,dalam
keberadaanya dirumah atau pun perjalanannya diluar rumah,dalam kesendiriannya
dan kebersamaannya dengan para sahabat,dalam keusahannya dan kemudahannya,dan
dalam kegembiraannya dan kesedihannya.Al-Qur’an tidak pernah hilang dari
hatinya,dan tidakl pernah surut semangatnya untuk menjaga dan
mengulang-ulangnya.[1]
Penulisan (pencatatan
dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan
pada zaman khalifah
Utsman bin Affan.
Upaya
pelestarian Al-qur;an pada masa nabi Muhammad Saw.di lakukan oleh Nabi sendiri
setiap kali Nabi menerima wahyu dari Allah.setelah beliau secara langsung mengingat dan menghafal-nya,beliau
menyampaikannya kepada sahabatnya,lalu sahabat menyampaikannya secara berantai
kepada sahabat yang lain,demikianlah seterusnya.[2]
Banyak
dikalangan sahabat yang telah menghafal Al-Qur’an.Hal ini karena Rasulullah
Saw.telah membakar semangat mereka untuk menghafal Al-Qur’an.Beliau
Saw.mengutus mereka yang ahli Al-Qur’an utuk memasuki pelosok-pelosok kota dan
kampong untuk mengajarkan dan membacakan Al-Qur’an kepada penduduknya,sebagai
mana halnya ketika belum hijrah.beliau mengutus Musa bin Umair dan Ibnu Ummi
Maktum keMadinah untuk mengajarkan Islam dan menajarkan Al-Qur’an dan mengutus
Muadz bin Jabal keMekah sesudah hijrah untuk menghafal dan mengajarkan
Al-Qur’an.[3]
Nabi Muhammad Saw. juga
mempunyai beberapa sekertaris dalam penulisan Al Qur’an yang tugasnya khusus
mencatat ayat Al Qur’an, antara lain : Abu Bakar, Ustman bin Affan, Umar bin
Khattab, Ali bin Abi thalib, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan, Khalid bin
Walid, dan Muawiyyah.
Faktor pendorong penulisan Al qur’an ini yaitu :
Ø Membukukan
hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi Saw dan para sahabat
Ø Mempresentasikan
wahyu dengan cara yang paling sempurna.
Pada masa Nabi Muhammad Saw ini Al Qur’an tidak di
tulis pada satu tempat, dengan dua alasan yaitu :
Ø Proses
penurunan Al Qur’an masih berlanjut, sehingga ada kemungkinan ayat yang turun
belakangan “menghapus” redaksi dan ketentuan hukum ayat yang sudah turun dahulu
Ø Penyusunan
ayat dan surat Al Qur’an tidak bertolak pada kronologisnya, tetapi pada
keserasian ayat atau surat satu dengan yang lain.[4]
Demikian pula
juga di tiap-tiap turun ayat,Nabi menerangkan tempat meletakkan ayat-ayat
tersebut.Nabi katakana:letakkan ayat ini sesudah ayat itu,di surat Al-Baqarah
umpamanya.[5]
B. Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin
a) Pada masa pemerintahan Abu Bakar
Rasulullah
Saw.perpulang keramahtullah setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan
menyampaikan amanh serta member pentunjuk kepeda umanya untuk menjalakan Agamg
yang lurus.setelah beliau wafat,kekhalifahan di pegang oleh Abu Bakar Siddiq
r.a.Pada masa pemerintahannya,Ia anyak menghadapi malapetaka,berbagai problem
yang rumit dihadapi,di antaranya memerangi orang-orang murtad[orang keluar dari
agama Islam]yang ada di ka;angan umat Islam serta memerangi pengikut Musailamah
Al-Kadzdzab.[6].kondisi
ini tentusaja mengakibatkan terjadinya perang yamamah,yang terjadi pada tanggal
12 h.dalam sebuah pertempuran,banyak sahabat penghafal al-qur’an yang gugur
dimedan perang.data tercatat menunjukan sekitar 70 orang menjadi syuhada
sekaligus al-haffidz.riwayat lain menyebutkan bahkan jumlah ayamg lebih
banyak:500 orang yang menjadi syuhada[7]
Peristiwa
tersebut menggugah hati Umar bin Khatab
untuk memintak kepada Khalifah Abu Bakar agar Al-Qur’an segera dikumpulkan dan ditulis
dalam sebuah mushaf.Usulan ini disampaikan karena beliau khawatir bahwa
Al-Qur’an akan berangsur-angsur hilang bial hanya mengandalkan hafalan apalagi
para penghafal semakin berkurang seiring
dengan semakin banyak syahid di medan pertempuran.Semula Abu Bakar
merasa ragu-ragu untuk menerima usulan Umar bin Khatab itu.Namun,akhirnya pun
menerima gagasan itu setelah betul-betul mempertimbangkan kebaikan dan
mamfaatnya.Abu Bakar lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk segera
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dari para sahabat penghafal Al-Qur’an untuk
ditulis dan dibukukan dalam sebuah mushaf.[8]
Tidak ada perkembangan yang
signifikan terkait dengan kodifikasi Al-Qur’an yang dilakukan oleh khalifah
kedua ini selain melanjutkan apa yang telah dicapai oleh khalifah pertama yaitu
mengemban misi untuk menyebarkan islam dan mensosialisasikan sumber utama
ajarannya yaitu Al-Qur’an pada wilayah-wilayah daulah islamiyah baru yang
berhasil dikuasai dengan mengirim para sahabat yang kredibilitas serta
kapasitas ke-Al-Quranan-nya bisa dipertanggungjawabkan Diantaranya adalah Muadz
bin Jabal, `Ubadah bin Shamith dan Abu Darda’.[9]
c] Pada masa pemerintahan
Utsman bin Affan
Penyebaran
Islam bertambah dan para penghafal Al-Qur’an pun tersebar di berbagai wilayah.
Dan penduduk di setiap wilayah itu mempelajari qira’at (bacaan) dari qari yang
dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur’an yang mereka bawakan
berbeda-beda sejalan dengan perbedaan ‘huruf ‘ yang dengannya Al-Qur’an
diturunkan. Apabila mereka berkumpul di suatu pertemuan atau di suatu medan
peperangan, sebagian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini.
Terkadang sebagian mereka merasa puas, karena mengetahui bahwa
perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah.[10]
Dalam kitab Shahih Bukhari
disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu
Yaman Radhiyallahu ‘anhu datang menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu
dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan
mereka pada dialek bacaan Al-Qur’an, dia katakan : “Wahai Amirul Mukminin,
selamatkan lah umat ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah
Subhanahu wa Ta’ala seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani!”[11]Lalu
Usman meminta Hafsah meminjamkan Mushaf yang di pegangnya untuk disalin oleh
panitia yang telah dibentuk oleh Usman yang anggotanya terdiri dari para
sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al’Ash,
Abdurrahman bin al-Haris dan lain-lain.Kodifikasi dan penyalinan kembali Mushaf
Al-Qur’an ini terjadi pada tahun 25 H, Usman berpesan apabila terjadi perbedaan
dalam pelafalan agar mengacu pada Logat bahasa suku Quraisy karena Al-Qur’an
diturunkan dengan gaya bahasa mereka..
Tindakan Usman
untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil meredam perselisihan dikalangan
umat islam sehingga ia manual pujian dari umat islam baik dari dulu sampai
sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu bakar yang telah berjasa
mengumpulkan Al-Qur’an.
Adapun Tulisan
yang dipakai oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah
berpegang pada Rasm Al-Anbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath
(titik sebagai pembeda huruf).[12]
Utsman Radhiyallahu
‘anhu melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat
Radhiyalahu ‘anhum yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
[4] dari Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah,
tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur’an
selain harus meminta pendapat kami semuanya”, Utsman mengatakan : “Aku
berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf saja
sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan”. Kami menjawab : “Alangkah
baiknya pendapatmu itu”.[13]
Utsman memerintahkan supaya disita
segala shuhuf-shuhuf yang terdapat dalam masyarakat dan membakarnya.dan Utsman
menyuruh supaya kaum muslimin membaca al-qur’an dengan qiraat yang termateri
dalam Al-Imam itu[14]
C. Penyempurnaan Al-Qur’qn Sertelah
Khulafaur-Rasyidin
Sampai
suatu saat ketika umat islam sudah terdapat hampir di semua belahan dunia yang
terdiri dari berbagai bangsa, suku, bahasa yang berbeda-beda sehingga
memberikan inspirasi kepada salah seorang sahabat Ali bin Abi Thalib yang
menjadi khalifah pada waktu itu yang bernama Abul-Aswad as-Dualy untuk membuat
tanda baca (Nuqathu I’rab) yang berupa tanda titik.Atas persetujuan dari
khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca tersebut dan membubuhkannya pada
mushaf.
Adapun yang
mendorong Abul-Aswad ad-Dualy membuat tanda titik adalah riwayat dari Ali r.a
bahwa suatu ketika Abul-Aswad ad-dualy menjumpai seseorang yang bukan orang
arab dan baru masuk islam membaca kasrah pada kata “Warasuulihi” yang
seharusnya dibaca “Warasuuluhu” yang terdapat pada QS. At-Taubah (9) 3 sehingga
bisa merusak makna.[15]
Abul-Aswad
ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai
fathah, kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai
Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang
berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal
seperti “adzabun alim” dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai
Idgham seperti “ghafurrur rahim”.
Mengenai Nashr
bin Ashim al-laitsi(W. 89 H),tidak lah mustahil kalau lah pekerjaannyadalam
meletakkan dasar tanda-tanda baca Al-Qur’an merupakan kelanjutan dari pekerjaan
gurunya,yaitu Abul-Aswad ad-Dualy atas
permintaan Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang gubernur pada masa
Dinasti Daulah Umayyah (40-95 H). Sedangkan yang pertama kali menggunakan tanda
Fathah, Kasrah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid seperti yang-kita kenal sekarang
adalah al-Khalil bin Ahmad al-Farahidy (W.170 H) pada abad ke II H.[16]
Kemudian pada
masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin
mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al-Qur’an khususnya bagi orang
selain arab dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam, Rum,
dan Mad.Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah
ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ibtida
(memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang
terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah ‘ain.
Tanda-tanda
lain yang dibubuhkan pada tulisan Al-Qur’an adalah Tajzi’ yaitu tanda pemisah
antara satu Juz dengan yang lainnya berupa kata Juz dan diikuti dengan
penomorannya (misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk juz 3) dan tanda untuk
menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah Juz
dan Juz itu sendiri.[17]
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai
sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang
dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman
bin Affan.
Ø
Nabi Muhammad Saw. juga
mempunyai beberapa sekertaris dalam penulisan Al Qur’an yang tugasnya khusus
mencatat ayat Al Qur’an, antara lain : Abu Bakar, Ustman bin Affan, Umar bin
Khattab, Ali bin Abi thalib, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Sakan, Khalid bin
Walid, dan Muawiyyah.
Ø Tindakan Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil
meredam perselisihan dikalangan umat islam sehingga ia manual pujian dari umat
islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu
bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al-Qur’an.
Ø Adapun yang mendorong Abul-Aswad ad-Dualy membuat tanda titik
adalah riwayat dari Ali r.a bahwa suatu ketika Abul-Aswad ad-dualy menjumpai
seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk islam membaca kasrah pada kata
“Warasuulihi” yang seharusnya dibaca “Warasuuluhu” yang terdapat pada QS.
At-Taubah (9) 3 sehingga bisa merusak makna.
[1]
Drs.Taufiqurrahman,M.Ag.[Studi Ulumul Qur’an:hal:11]
[2] Drs
Ahmad Izzan,M.Ag[telaan tekstualitas dan kontekstualitas al-qur’an:69]
[3]
Prof.Dr.Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy[Studi Ilmu Al-Qur’anHal:96]
[6]
Prof.Dr.Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy[Studi Ilmu Al-Qur’anHal:100]
[7] Drs
Ahmad Izzan,M.Ag[telaan tekstualitas dan kontekstualitas al-qur’an:70-71]
[8] Drs
Ahmad Izzan,M.Ag[telaan tekstualitas dan kontekstualitas al-qur’an: 71]
[10] http://sapiterbang.blogsome.com/2006/01/13/sejarah-penulisan-al-quran-siapa-yang-melakukan-mengapa-dan-bagaimana/
[11] http://rasulullahsaw.multiply.com/reviews/item/13
[12] http://www.facebook.com/note.php?note_id=474014494839&comments
[13] http://rasulullahsaw.multiply.com/reviews/item/13
[15] http://www.facebook.com/note.php?note_id=474014494839&comments
[16]
Dr.subhi As-Shalih[membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an:hal:109]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar