Selasa, 27 Desember 2011

Manusia dan Keadilan



A.    PENGERTIAN KEADILAN
·         Menurut Aristoteles:
Keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit., kedua ujung tersebut menyangkut 2 orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah di tetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama.
·         Menurut Plato:
Keadilan diproyeksikan pada diri manusia sehingga akan dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. 
·         Menurut Socrates:
Keadilan diproyeksikan pada pemerintahan. Keadilantercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, karena pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
·         Menurut pendapat umum:
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban[1].


B.     KEADILAN SOSIAL
            Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut “keadilan social adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur.” Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita-cita keadilan social dalam bidang ekonomi adalah dapat mencapai kemakmuran yang merata.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni:
1)      perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2)      Sikap adil terhaclap sesama. rnenjaaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3)      sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4)       sikap suka bekerja keras
5)      sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahleraan bersama[2]


C.    MACAM-MACAM KEADILAAN
a)      Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dan masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasamya paling cocok baginya (The man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilanlegal.
Keadilan timbul karna penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-hagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik.
b)     Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi. yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp. 100.000.- maka Budi harus menerima. Rp 50.000. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama justru hal tersebut tidak adil.
c)      Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam rnasyarakat Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat[3].

D.    KEJUJURAN
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan haruis sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir malalui kata-kata atau perbuatan. 
Kejujuran bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut.Alamsyah dalam bukunya Budi Nurani. filsafat berfikir. yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran. ketulusan dalam meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran Iliahi. (M.Alanisyah.1986:83). Nurani yang diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan, dan atas diri keyakinannya maka seseorang diketahui kepribadiannya. Orang yang memiliki ketulusan tinggi akan memiliki keyakinan yang matang. sebabnya orang yang hatinya tidak bersih dan mau berpikir curang. memiliki keprihadian yang buruk dan rendah dan sering tidak yakin pada dirinya. Karena apa yang ada dalam nuraninya banyak dipengaruhi oleh pemikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan.

E.     KECURANGAN
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha? Sudah tentu keuntungan itu diperoleh dengan tidak wajar. Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah keuntungan, yang berupa materi. Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain menderita karenanya.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah. tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama apapun tidak membenarkan orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, lebih lagi mengumpulkan harta dengan jalan curang. Hal semacam itu dalam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.
F.     PEMULIHAN NAMA BAlK
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika Ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitamya adalah suatu kebanggaan batin yang tak temilai harganya.
Ada peribahasa berbunyi “daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu. Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “jagalah nama keluargamu!” Dengan menyebut “nama” berarti sudah mengandung arti “nama baik”. Ada pula pesan orang tua “jangan membuat malu” pesan itu juga berarti menjaga nama baik. Orang tua yang menghadapi anaknya yang sudah dewasa sering kali berpesan “laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kau laksanakan apa yang kau anggap tidak baik!”. Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga.
Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pnbadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.

G.    PEMBALASAN
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Sebagai contoh, A memberikan makanan kepada B. Di lain kesempatan B memberikan minuman kepada A. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan serupa, dan inl merupakan pemba]asan.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun diberikan pembalasan dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang seimbang. yaitu siksaan di neraka[4].


PENUTUP
a.     Kesimpulan
Keadilan  dapat  dikatakan  adalah   memberikan  suatu kelayakan menurut porsi masing-masing. Dalam pancasila terdapat bunyi  keadilan yang harus di apresiasikan dalam kehidupan bernegara  sehingga kehidupan akan mendapatkan kemakmuran dan  kedamaian diantara hidup bermasyarakat.
Keadilan  akan timbul dengan penyatuan dan penyusuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada hak dan bagian masyarakat, untuk mencapai tujuan masyarakat harus bersatu padu secara baik.
b.    Saran
Semoga dengan adanya keadilan disekitar kita ataupun Negara kita bisa membawa kedamaian yang hakiki dan kesejahteraan yang abadi sehingga Negara Indonesia menjadi negeri yang baldatun warrabbul ghaffur.


[1] Pengertian keadilan menurut ahlinya, di download pada tanggal, 12 oktober 2011
[2] www. Pengertian keadilan social, di download pada tanggal 12 oktober 2011
[3] Ibid, hal II
[4] Ibid, hal  III

Selasa, 20 Desember 2011

qawai'd fiqah


بسم الله الرحمن الرحيم
كتاب الصلاة
الشيئ قد يفتتح ويختتم بما هو منه - التكبير فى الصلاة. هو بمعنى الأصل.
الشيئ قد يفتتح بماليس منه - التكبير قبل خطبة العيدين.
ما يخرج عن المعرَّف لعارض لا يردّ عليه - خروج صلاة الأخرس والمريض عن تعريف الصلاة.
لفظ غالبا لا تعلم بها الجامعية والمانعية – وضع لفظ غالبا فى التعريف.
يأخذون الواوي من اليائي وبالعكس – لفظ الصلاة مأخوز من ( صليتُ العود بالنار اذا قوّمته تها )
تأخير البيان عن وقت الحاجة لم يجز – كما فى مسألة ( لم يجب الصبح ليلة الإسراء )
العبادات البدنية الباطنة أفضل من عبادات البدنية الظاهرة حتى من الصلاة – تفكر ساعة خير من عبادة الخ.
شرط الإمام عدم الأنوثة وإن لم تتحقق الذكورة – جبريل امام للنبي- ٤٤٤ قوله أول صلاة ظهرت.
مواقيت الشرع مبنية على ما يدرك بالحس – زوال الشمس باعتبار ما يظهر لنا – قوله باعتبار ما يظهر لنا.




Senin, 05 Desember 2011


indahnya sebuah kebersamaan........................................

القاعدة الأغلبية


بسم الله الرحمن الرحيم
القاعدة  الأغلبية
المقيد  يحمل  على  المطلق  إذا  كان  المقيد  متعددا  وتغايرت  القيود
التبادر  أقوى  أمارات  الحقيقة
تعليق  حكم بصفته  يشعر  بأنها علّة له عند صلوحها لذلك
خبر الشارع  فى مقام الطلب  آكد من صريح  الطلب
المطلوب  لغيره  يدور مع الغير  جوازا  ووجوبا وندبا  وحرمة  وكراهة
لا يصح التجوز مع إمكان الحقيقة
الشيئ لا يتضح غاية  الأتضاح  إلا بمعرفة  مقابله
المعرفة  إذا كانت  من طريق  الإجتهاد كانت  الأحكم كذلك
الكريم  إذا وعد وفى وإذا أوعد تجاوز
ترتب شيئ  على شيئ آخر لا يقتضى ثبوته له  بالفعل
إن نفى الشيئ فرع عن ثبوته
تحصيل شيْئ بما ليس بحاصل مسْتحيل
وجه التسمية لا يجيب التسمية
الجملة لا تكون صفة إلا لنكرة أو معرفة فى معنى النكرة
الوصول إلى درجة الولاية لا بد فيه من شيخ
لازم المذهب ليس بمذهب إن كان لازم بعيدا
الكامل يقبل الكامال
النكاة لا تتزاهم
النعت يقدم علىجميع التوابع عند اجتماعها
القـــــــلة والكــــــثرة إنمـــــا يعتـبــــران فى نكـــرة الجموع دون معارفها
الشيئ لاينقسم إلى نفسه وغيره
العبرة فى تذكير العدد وتئنيثه بالواحد لابالجمع
إن جامع التشبيه  يجب  وجوده  فى المشبه به  والمشبه
لو اطلع كل  من القائلينن  على ما أراد  الآخر  لوافقه  على مراده
إذا أطلق  الشيخ فى الفن البلغة  فالمراد به  إبن سينا
إذا احتمل كل منهما على الحقيقة  والمجاز  فالحمل على الإشتراك  أولى
المجاز يدل على المطابقة على معناه المجاز
أن معنى اللازم  لادخل له فى الوضع أصلا
لكل ماهية  لازم  وأقله  كونه غير ما عداها
اللفظ إن كان توطئة ينافى  الإحتراز به
المادة  تدل  على  الحدث  والهيئة  تدل  على  الزمن
جزء  جزء الشيئ  جزء بعيد  له
المتقدمون  فى  العلم  البلغة  من  قبل  إبن  سينا
المتأخرون  فى  العلم  البلغة  من  قارب  عصره ومن  بعده
لامانع من  نسبة الشيئ  إلى نفسه  إذا قصد المبالغة
التفاوت  إن دخل فىالتسمية  فمشترك  وإلا  فهو  المتواطئ
الفكر المنتج إنما يكون لصاحب العقل الكامل
الجمع لا يكون أخص من مفرده
الجملة لا تكون صفة إلا لنكرة أو معرفة  فى معنى النكرة
الجوهر المجرد ليس متهيزا ولا قائما بمتهيز
الصفات تفيد المقارنة إذا  كانت لازمة
الْحرف المصدر لا يدخل على مثله
البدل مستقل بنفسه لا متمم لمتبوعه
ذكر القيد قديكون تصريحا بالمقصود
اشتمال الشيئ على نفسه لا يجوز ضرورة
إذا أطلق الإمام عند الأصوليين والمتكلمين فالمراد به الإمام الرازى
لا تصور لشيئ إلا معه  حكم
المعرف  متصور لا تصور
تدقيق  فلسفى لا يعتبره  أرباب  العربية
الكلى وصف  فى الحقيقة  للمعنى
المفرد  وصف  فى الحقيقة  للفظ
الحيثيات تجتنب فى الحد
العبرة  فى الإدخال  والإخراج  بأجزاء التعريف  لا بالمعرف
المضاف  إذا  أخذ من حيث  إنه  مضاف  كانت  الإضافة  داخلة  فيه  والمضاف  إليه  خارجا عنه
المادة  تدل  على  الحدث  والهيئة  تدل  على  الزمن
جزء  جزء الشيئ  جزء بعيد  له
الإضافة  تأتى لما تأتى  له اللام
إن ما بعد أداة  الشرط  لا يعمل مابعدها فيما قبلها فلا يفسر عاملا
فاءالجواب   لا يعمل مابعدها فيما قبلها فلا يفسر عاملا
إن اللفظ  المع قد تقطع عن  الإضافة
الواو  أبين  فى المراد  من مع
المصدر لا يشتقّ من المصدر
المصدر المزيد يشتق من المجرد
النكيرة فى سياق الإمتنان تعم
العدد المعطوف اذا أريد تعريفه يعرف هو مع المعطوف عليه
ان الضمير اذا وقع بين مذكر ومؤنث جاز التذكير والتأنيث لكان أولى
ال الجنسية اذا دخلت على الجمع تبطل معنى الجمعية
اذا اجتمعت نون الفعل مع نون الوقاية جاز الإثبات مع الفك والإدغام وجاز الحذف
لام الجنس اذا دخلت على مبتداء كان منحصرا فيما بعده
لام الجنس اذا دخلت على خبر كان منحصرا فيما قبله
فعل التفضيل المضاف للمعرفة يجوز فيه الإفراد والمطابقة
العدد المركب اذا أريد تعريفه يعرف جزء الأول
العدد المضاف اذا أريد تعريفه يعرف جزء الآخير
ان المبتداء اذا كان معرفا بآل يكون مقصورا على الخبر
الفعل اذا كان بمعنى آخر لايلزم ان يعدى بما تعدى به ذالك الفعل
الشئ يشرف بالشرف ما تعلق به
الإخبار باسم العدد فى معرض البيان يفيد الحصر
المعنى اذا كان أوسع من الإسم يكون الحكم للمعنى
أن جواب الشرط اذا لم يصلح ان يكون فعلا للشرط تعين قرنه بالفاء
لا طاعة للمخلوق  فى معصية الخالق
ما ليس حد فى الغة  ولا فىالشرع   يرجع فيه إلى العرفى
الإقرار على المنكر منكَر
عدم  التكليف  بشيئ لايكون مثبت  للحكم
إلزام  أحد الأمرين بعينه  أشق  من التخيير بينهما
إذا تعارض  خلافان قدم  أقواهما
ماكان غير متعددا  يذكر  غايبا
الخلاف  فى الوجوب  يقتضى كراهة الترك
الخلاف  فىالحرمة  يقتضى كراهة  الفعل
الدليل  الذى أثبت  الملزوم  دليل  على الــلازم
البحث  فى  المثال  ليس  من دأب  الفحول
المغفرة  لا تستدعى سبق  ذنب
ماكان مستندا إلى العقل  يجوز  الغلط فيه
الإعادة  للحجة  لا تعد التكرار
الإختصار  للحفظ  والشرح  للتفهم
الضرورة  تتقدر  بقدرها
كل مقام  له  المقال
الدعاء  مع التعميم  أقرب  من القبول
الإتباع  خير  من الإبتداع
الزائل  العائد كما لا  زال  له
الشارع  إذا  غيا حكما بغاية  لا يخرج  المكلف  عن عهدته  إلا بالإتيان
والله أعلم بالصواب